Rabu, 16 Januari 2013

Tari Gantar (Dayak Tunjung dan Benuaq) Kalimantan

1. Sejarah Tari Gantar
Ada suatu mitos yang mengawali lahirnya tari gantar sebelum terciptanya tari gantar yang sudah semakin berkembang. Mitos ini dulunya sangat dipercaya pada masyarakat pendukungnya yaitu masyarakat Dayak Tunjung dan uku Bangsa Dayak Benuaq bahwa lahirnya Tari Gantar berawal dari cerita di Negeri “Dewa Nayu” yang diyakini sebagai tempat Dewa Nirwana yang bernama Negeri Oteng Doi. Pada suatu hari terjadi peristiwa didalam keluarga Dewa di Negeri Oteng Doi atau Negeri Dewa Langit. Keluarga tersebut terdiri dari suatu kepala keluarga yang bernama Oling Besi Oling Bayatn. Oling Bayatn mempunyai seorang istri dan dua orang anak putri yang bernama Dewi Ruda dan Dewi Bela.
Tari ini sebagai penyambut kedatangan mereka dan ditarikan oleh gadis-gadis remaja. Properti tongkat panjang adalah sebuah sumpit dan diberi hiasan kepala atau tengkorak musuh (digantungkan) yang telah dibunuh oleh para pahlawan. Sedangkan bambu kecil merupakan peraga unutk mengimbangi gerak tari.

2. Fungsi Tari Gantar
Fungsi Tari Gantar adalah :
a. Sebagai sarana untuk memanggil kekuatan Roh
b. Penjemputan Roh-roh pelindung untuk hadir ditempat pemujaan
c. Peringatan kepada nenek moyang dengan menirukan kegagahan dan kesigapan.
d. Merupakan pelengkap upacara, sehubungan dengan peningkatan tingkat hidup seseorang atau saat tertentu.

3. Deskripsi Tari Gantar
Gerakan Tari Gantar yang sekarang sering kita saksikan merupakan rangkaian gerakan yang mengalami proses penggarapan maupun pemadatan. Gerakan Tari gantar didominasi pada gerakan kaki. Pada awalnya Tari Gantar di abgi menjadi 3 jenis, yaitu:
    1. Gantar rayatn
    2. Gantar Busa
    3. Gantar Senak dan Kusak

4. Tata Busana
Penari wanita Tari Gantar biasanya menari dengan menggunakan kostum dan perlengkapan seperti:
    1. Baju atasan
    2. Ta’ah
    3. Hiasan Kepala

Suku Dayak Bakumpai

Suku Dayak Bakumpai adalah salah satu suku dayak yang hidup di sepanjang tepian daerah aliran sungai Barito di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah yaitu dari kota Marabahan kabupaten Barito Kuala provinsi Kalimantan Selatan sampai kota Puruk Cahu kabupaten Murung Raya provinsi Kalimantan Tengah, sedangkan sebagian kecil berada di wilayah Kalimantan Timur yang bermigrasi dari hulu sungai Barito menuju hulu sungai Mahakam, yaitu di Long Iram kabupaten Kutai Barat provinsi Kalimantan Timur. Diperkirakan populasi suku Dayak Bakumpai sebesar 41.000 orang.

Suku Dayak Bakumpai bertetangga dengan suku Dayak Barangas dan suku Dayak Bara Dia (Mengkatip). Diperkirakan suku Dayak Bakumpai merupakan keturunan atau bagian dari sub suku Dayak Ngaju, atau termasuk ke dalam rumpun Dayak Ngaju.

Di Kalimantan Selatan bahasa Dayak Bakumpai disebut sebagai bahasa Banjar Bakumpai. Kalau diperhatikan bahasa Bakumpai tidak akrab hubungannya dengan bahasa Banjar, tetapi justru sangat erat hubungannya dengan bahasa Dayak Ngaju, jadi lebih tepat kalau disebut sebagai bahasa Dayak Bakumpai dari pada bahasa Banjar Bakumpai. Bahasa Dayak Bakumpai sangat berkerabat dengan bahasa Dayak Ngaju, karena persentase kemiripannya hampir sebesar 80%.

Suku Dayak Bakumpai mayoritas beragama Islam, karena sejak masa lalu telah terjadi hubungan dengan suku-suku Melayu Banjar. Saat ini tidak ada lagi dari masyarakat suku Dayak Bakumpai yang masih mengamalkan tradisi agama asli suku dayak seperti Kaharingan.

Kebudayaan dan adat istiadat serta tradisi asli suku ini telah banyak menyerap dari budaya dan adat istiadat suku Melayu Banjar. Kebudayaan asli yang masih tersisa pada suku Dayak Bakumpai adalah ritual Badewa dan Manyanggar Lebu.

Suku Dayak Bakumpai juga memiliki tokoh-tokoh, seperti Panglima Wangkang, seorang panglima dayak di Barito Kuala dalam Perang Banjar, lalu ada Pambakal Kendet (Damang Kendet), ayah dari Panglima Wangkang, selanjutnya adalah Tumenggung Surapati, seorang panglima Dayak Bakumpai yang sebenarnya berasal dari garis keturunan suku Dayak Siang, tetapi hidup dan membela wilayah suku Dayak Bakumpai dan yang menumpas pasukan Belanda serta menenggelamkan kapal Perang Onrust di desa Lontotur Barito Utara.

Kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Bakumpai adalah bertani berladang, serta memanfaatkan lahan hutan untuk perburuan dan saat ini mereka juga banyak yang sudah bekerja di sektor pemerintah dan sektor swasta, selain itu berdagang dan menjalankan usaha mandiri.